Featured

BannerFans.com

0 Menyegarkan Kembali Hakikat Ibadah Kita

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah memberikan kita nikmat Islam dan iman…

Tidakkah Engkau menyadari bahwa janji Allah adalah surga? Sesungguhnya apa yang Engkau inginkan dari dunia ini? Tidakkah Engkau tahu bahwa hanya amal yang ikhlas sajalah yang akan diterima oleh Allah?
Wahai Saudariku… Murnikanlah Ibadahmu Hanya kepada Allah…!
Allah Ta’ala menciptakan manusia dan jin tidak lain hanyalah untuk beribadah kepada-Nya semata. Dan Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada setiap mukallaf (orang yang sudah dikenai beban syari’at) untuk senantiasa ikhlas dalam setiap aktivitasnya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Padahal mereka tidaklah disuruh melainkan untuk beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. (QS. Al-Baqarah: 5) Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “ Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia mengujimu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2)
Fudhail bin Iyadh rahimahullah menjelaskan ayat di atas, “Yang dimaksud dengan  yang paling baik amalnya adalah yang paling ikhlas dan paling benar.” Orang-orang bertanya, “Wahai Abu Ali, apa yang dimaksud dengan paling ikhlas dan paling benar?” Kemudian Fudhail bin Iyadh menjawab, “Sesungguhnya amal apabila dilakukan dengan ikhlas namun tidak benar, tidak akan diterima. Demikian juga apabila dilakukan dengan benar namun tidak ikhlas, maka juga tidak akan diterima. Hingga amal itu dilakukan dengan ikhlas dan benar. Amal yang ikhlas adalah amal yang ditujukan untuk Allah semata, sedangkan amal yang benar adalah amalan yang sesuai dengan sunnah (petunjuk Rasulullah).
Read more

0 Berbakti kepada Kedua Orang Tua

Mungkin sebagian dari kita bingung mengisi waktu liburan kali ini. Ada yang mengisinya dengan menonton televisi, tamasya, belanja, jalan-jalan, dan lain-lain. Ada yang mengisi liburannya dengan setumpuk kegiatan organisasi di kampus, ada pula yang mengisinya dengan menghadiri banyak pengajian. Sebagian mengisi liburan dengan kegiatan yang bermanfaat, sedangkan sebagian yang lain mengisinya dengan kegiatan yang sia-sia. Terlepas dari semua itu, tidakkah kita ingat bahwa terdapat suatu kegiatan yang sangat mulia dan utama? Kegiatan mulia yang bernama “berbakti kepada kedua orang tua”.
Kita pasti sudah tidak asing dengan kata “berbakti kepada kedua orang tua” yang sering kita jumpai di pengajian-pengajian dan buku-buku keislaman. Pada Zuhairoh edisi kali ini, kami ingin mengingatkan kembali tentang tema berbakti kepada kedua orang tua serta kisah para ulama dalam menaati kedua orang tua.
Read more

0 Keharmonisan Rumah Tangga Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam





Di bawah naungan rumah tangga yang bersahaja di situlah tinggal sang istri, pahlawan di balik layar pembawa ketenangan dan kesejukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Dunia itu penuh dengan kenikmatan. Dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah istri yang shalihah.” (Lihat Shahih Jami’ Shaghir karya Al-Albani)

Di antara keelokan budi pekerti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan keharmonisan rumah tangga beliau ialah memanggil ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan nama kesayangan dan mengabarkan kepadanya berita yang membuat jiwa serasa melayang-layang.
Aisyah radhiyallah ‘anha menuturkan, “Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya, ‘Wahai ‘Aisy (panggilan kesayangan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha), Malaikat Jibril ‘alaihissalam tadi menyampaikan salam buatmu.” (Muttafaq ‘alaih)
Read more

0 Ilmu Hadist (pembagian hadist)





Pembagian Hadits Secara Umum

Hadits yang dapat dijadikan pegangan adalah hadits yang dapat diyakini kebenarannya. Untuk mendapatkan hadits tersebut tidaklah mudah karena hadits yang ada sangatlah banyak dan sumbernya pun berasal dari berbagai kalangan.

A. DARI SEGI JUMLAH PERIWAYATNYA

Hadits ditinjau dari segi jumlah rawi atau banyak sedikitnya perawi yang menjadi sumber berita, maka dalam hal ini pada garis besarnya hadits dibagi menjadi dua macam, yakni hadits mutawatir dan hadits ahad.
Read more

0 Mewaspadai Kelalaian dalam Mengingat Allah subhanahu wa ta'ala

 
 
 
Bismilláhir rahmánir raheem



Mewaspadai Kelalaian dalam Mengingat Allah subhanahu wa ta'ala

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang mana semua penguasa perkasa tunduk kepada -Nya, langit dan bumi tunduk dengan penuh kepatuhan dan keikhlasan kepada –Nya. Ilmu -Nya meliputi jin dan manusia. Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang rahmat dan ilmu -Nya meliputi segala sesuatu, Dialah Allah Subhanahu wa ta’ala Yang Maha Suci Tuhan yang setiap harinya dalam urusan tertentu.

Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah Subhanahu wa ta’ala, Yang Maha Esa, yang tiada sekutu bagi -Nya, Tuhan Yang Esa, Yang Maha Penyayang, Yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, serta tiada seorangpun setara dengan -Nya.

Aku bersaksi bahwa Muhammad Shalalalhu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan -Nya, yang telah diturunkan kepada -Nya Al-Furqan, sebagai pemberi peringatan bagi alam semeseta, sebagai penjelas bagi segala sesuatu, serta sebagai petunjuk dan kabar gembira bagi kaum muslimin.

Ya Allah curahkanlah shalawat dan salam yang banyak dan besar kepada hamba dan Rasul -Mu Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam, dan kepada para keluarga serta para shahabat beliau sepanjang zaman

Amma Ba’du. Wahai sekalian manusia takutlah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan ketahuilah bahwa kalian semua telah melalui dua alam yang fana dan akan kembali menuju alam kehidupan abadi:

قال الله تعالى: {وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ} [العنكبوت: 64]
Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (QS. Al-Ankabut: 64).

Wahai sekalian kaum muslimin! Ketahuilah bahwa bencana yang paling buruk yang menggerogoti jiwa adalah lalai dari petunjuk -Nya, berpaling dari jalan yang benar dan mengikuti hawa nafsu. Allah Shubhanahu wa ta’alla telah mensifati orang yang lalai dengan sifat yang sangat buruk, Allah Subhanahu wa ta’ala mengancam mereka dengan firman -Nya:

قال الله تعالى: {وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ} [الأعراف: 179]
 
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah Subhanahu wa ta’ala) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa ta’ala), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah Shubhanahu wa ta’alla). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. Kedatangan azab Allah Shubhanahu wa ta’alla kepada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya dengan cara istidraj. (QS. Al-A’raf: 179)

Bahkan Allah Subhanahu wa ta’ala telah menjadikan mereka sebagai makhluk yang paling buruk, dan Allah Subhanahu wa ta’ala menyerupakan para manusia tersebut lebih buruk dari binatang melata. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

قال الله تعالى: {إِنَّ شَرَّ ٱلدَّوَآبِّ عِندَ ٱللَّهِ ٱلصُّمُّ ٱلۡبُكۡمُ ٱلَّذِينَ لَا يَعۡقِلُونَ ٢٢ وَلَوۡ عَلِمَ ٱللَّهُ فِيهِمۡ خَيۡرٗا لَّأَسۡمَعَهُمۡۖ وَلَوۡ أَسۡمَعَهُمۡ لَتَوَلَّواْ وَّهُم مُّعۡرِضُونَ} [الأنفال: 22، 23]
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah Subhanahu wa ta’ala ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa pun. Kalau kiranya Allah Subhanahu wa ta’ala mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah Subhanahu wa ta’ala menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jika Allah Subhanahu wa ta’ala menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu). (QS. Al Anfal: 22-23).

Di dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

قال الله تعالى: {أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ} [الجاثية: 23]
 
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah Subhanahu wa ta’ala membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah Shubhanahu wa ta’alla (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?. Al-Jatsiyah: 23.

Kekhilafan apakah yang menimpa kalian wahai kaum muslimin dan mengapa kalian tuli mendengar kebenaran?. Atau kenapa kalian berlaku bodoh terhadap Al-Qur’an yang terang atau menolak untuk berbuat ketaatan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala?. Atau justru kalian lebih rela menjadi seperti binatang atau lebih sesat dari binatang?. Perhiasan dunia yang mempesona ini telah melalaikan kalian, dan kalian telah terpedaya oleh kemegahan dunia yang memukau? Manakah benteng-benteng dan rumah-rumah yang megah tersebut?. Di manakah Qobil dan Habil yang telah mempersembahkan kurban bagi Allah Subhanahu wa ta’ala, Tuhan mereka berdua?. Di manakah para penguasa perkasa dari Gasan dan Namrud bin Kan’an dan dimanakan Ibrahim kekasih Allah Subhanahu wa ta’ala yang Maha Penyayang?. Di manakan Dzul Qornain?. Di manakah kerajaan Sulaiman?. Dimanakah bapak-bapak kalian yang terdahulu atau orang-orang yang telah engkau kenal dengan baik?. Ketahuilah bahwa mereka semua telah binasa oleh siang dan malam, telah merasakan sakratul maut yang memisahkan mereka dengan sanak saudara mereka. Hanya Allah Subhanahu wa ta’ala tempat kita meminta pertolongan yang menghancurkan gunung-gunung sehingga berubah bagai debu-debu yang berterbangan, langit-langit terbelah bagai bunga mawar seperti kilapan minyak, Para saksi dihadirkan dan timbangan amal diletakkan:

قال الله تعالى: {فَيَوْمَئِذٍ لَّا يُسْأَلُ عَن ذَنبِهِ إِنسٌ وَلَا جَانٌّ} [الرحمن: 39]
Pada waktu itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya. (QS. Al-Rahman: 39).

Dan hukum Allah Subhanahu wa ta’ala telah membuat ketetapan di dalam firman -Nya:

قال الله تعالى: {كُلُّ مَنۡ عَلَيۡهَا فَانٖ ٢٦ وَيَبۡقَىٰ وَجۡهُ رَبِّكَ ذُو ٱلۡجَلَٰلِ وَٱلۡإِكۡرَامِ} [الرحمن: 26، 27]
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (QS. Al-Rahman: 26-27).

Lalu suara penyeru terdengar memanggil dimanakah si fulan bin fulan?. Di manakah para saksi bohong dan palsu?. Di manakah para peneguk khamar?. Di manakah orang yang memakan harta anak yatim secara zalim dan dusta?. Di manakah orang yang mengambil amanah secara lalim dan membangkang?. Di manakah orang yang meninggalkan shalat, dan penyembah berhala?. Wahai para malaikat -Ku seretlah mereka pada wajah mereka ke dalam api neraka!. Mereka berteriak dan meronta-ronta baik mereka yang berusia muda belia atau sudah dewasa, semoga Allah Subhanahu wa ta’ala melindungi kita semua dari kehinaan dan memperbaiki hati-hati kita, menutupi aurat kita semua, sesungguhnya Dia Maha pengasih lagi Maha Penyayang.

قال الله تعالى: {كُلُّ مَنۡ عَلَيۡهَا فَانٖ ٢٦ وَيَبۡقَىٰ وَجۡهُ رَبِّكَ ذُو ٱلۡجَلَٰلِ وَٱلۡإِكۡرَامِ} [الرحمن: 26، 27]
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Al-Rahman: 26-27)

Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan keberkahannya bagiku dan bagi kalian semua di dalam Al-Qur’an yang mulia, dan Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan manfaat bagiku dan bagi kalian dengan ayat-ayat -Nya Yang Maha Bijaksana yang tertera di dalamnya. Hanya inilah yang bisa saya sampaikan dan aku memohon ampunan bagi diriku dan bagi kalian serta seluruh kaum muslimin kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang Maha Mulia dari segala dosa. Mohonlah ampun kepada -Nya dan bertaubatlah kepada -Nya, sebab Dia adalah Zat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


Khutbah Kedua

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala, pujian yang baik lagi berkah sebagaimana yang disenangi dan diridhai oleh Tuhan kita, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah Subhanahu wa ta’ala, Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi -Nya, bagi Allahlah segala kekuasaan dan pujian, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shalallhu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan -Nya yang telah menyampaikan risalah dan menunaikan amanah serta memberikan nasehat kepada umat, berjihad di jalan Allah Subhanahu wa ta’ala dengan sebenar-benar jihad dan meninggalkan umat ini pada jalan yang terang hingga malamnya bagai siang harinya, tidak ada orang yang menyimpang darinya kecuali dia akan binasa. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala mencurahkan shalawat dan salam kepada beliau dan mencurahkan keberkahan atas diri beliau, kepada para keluarga dan para shahabatnya serta seluruh orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan sehingga hari kiamat kelak.


Amma Ba’du:

Wahai sekalian hamba Allah Subhanahu wa ta’ala, banyak orang pada zaman sekarang ini yang tidak mengenal Tuhan mereka dengan pengenalan yang sesuai dengan Kemahaagungan dan Kemahabesaran-Nya, seandainya mereka mengenal Allah Subhanahu wa ta’ala dengan sebenarnya niscaya mereka tidak akan ditimpa dengan siksanya, sebab orang yang paling mengenal Allah Subhanahu wa ta’ala adalah orang yang paling takut kepada–Nya. Orang yang mengenal Allah Subhanahu wa ta’ala dengan sebenarnya, maka dia pasti takut kepada -Nya, rasa takut ini mencegahnya untuk tidak bertindak yang tidak baik dalam perkataan, perbuatan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

قال الله تعالى: {إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء} [فاطر: 28]
Sesungguhnya yang takut kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla di antara hamba-hamba -Nya, hanyalah ulama. (QS. Fathir: 28).

Orang yang mengenal Allah Subhanahu wa ta’ala tidak akan berani menggerakkan lisannya dengan kalimat-kalimat yang mungkar baik perkataan atau perbuatan, seperti gibah, namimah, dusta, menuduh orang lain, bertindak kefasikan, mengejek dan memperolok-olok orang lain atau yang lainnya, tidak pula memanfaatkan anggota badannya dalam perkara-perkara yang tidak halal, bahkan menahan pandangan, pendengaran dan tangan serta kakinya dari perkara-perkara yang diharamkan, sebab dia meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala pasti melihatnya walaupun dia berada pada tempat rahasia, tersembunyi dan berdinding rapat dan tebal.

Orang yang mengenal Allah Subhanahu wa ta’ala tidak akan bertindak hina seperti sombong, dengki, hasad, buruk sangka dan perbuatan buruk yang dibenci lainnya, sebab dia meyakini bahawa tidak ada yang tersembunyi dari pandangan Allah Subhanahu wa ta’ala baik di bumi atau di langit, Dia mengetahui apa-apa yang tersembunyi di dalam dada, sebagaimana Dia juga mengetahui yang ditampakkan, orang yang mengenal Allah Subhanahu wa ta’ala tidak akan pernah merasa tenang sehingga batinnya sama dengan lahirnya, dan suci dari segala kekejian.

Selain itu, kita tidak akan pernah mendengar dari mulut orang yang mengenal Allah Subhanahu wa ta’ala dengan sebenarnya pada saat terjadinya musibah dan bencana kecuali perkataan yang baik dan indah, tidak marah karena ditinggal mati oleh kekasih, atau kehilangan harta dan tertimpa penyakit yang keras, sebab ia menyadari bahwa kemarahan akan menghilangkan pahala dan tidak mengembalikan apa yang telah berlalu.

Orang yang mengenal Allah Subhanahu wa ta’ala tidak akan berputus asa karena ditimpa kesempitan walau kesempitan tersebut menguasainya, sebab keluasan itu datangnya dari Allah Subhanahu wa ta’ala dan firman Allah Subhanahu wa ta’ala menegaskan:

قال الله تعالى: {فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا ٥ إِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرٗا} [الشرح: 5، 6]
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. AL-Syarah: 5-6).

Dia tidak pernah berputus asa berusaha meraih kebaikan walau tempatnya tinggi dan jauh, sebab dia menyadari bahwa semua perkara itu terjadi di tangan Zat yang apabila ingin mewujudkan sesuatu maka Dia berfirman, "Jadi maka Jadilah apa yang dikehendaki -Nya itu." Walau tampak mustahil dalam pandangan orang-orang yang bodoh, orang yang mengenal Allah Subhanahu wa ta’ala tidak akan pernah putus asa terhadap rahmat -Nya yang meliputi segala sesuatu, apabila dosa-dosa mereka menjulang seperti gunung-gunung dan sebanyak pasir, orang yang mengenal Allah Subhanahu wa ta’ala tidak akan merasa aman dengan siksa -Nya walaupun telah berbuat kebaikan yang berlimpah, sebab dia meyakini bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala mengampuni semua dosa-dosa dan sesungguhnya dia memiliki hujjah yang baik, dan hati-hati para hamba -Nya berada di antara dua jari di antara jari jemari, Allah Subhanahu wa ta’ala Yang Maha Tinggi, Dia tidak lalai walau banyak manusia yang meremehkan perkara ini.

Hanya ini yang bisa saya sampaikan, ucapkanlah shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam, utusan Allah Subhanahu wa ta’ala sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala.



http://www.islamhouse.com/p/353474
Read more

0 Al-Qur’an Adalah Kalamullah Bukan Makhluk

[Syaikh Abu Utsman Isma'il Ash-Shabuni berkata:] “Ashhabul Hadits bersaksi dan berkeyakinan bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah (ucapan Allah), Kitab-Nya dan wahyu yang diturunkan, bukan makhluk. Siapa yang menyatakan dan berkeyakinan bahwa ia makhluk maka kafir menurut pandangan mereka.

Al-Qur’an merupakan wahyu dan kalamullah yang diturunkan melalui Jibril kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dengan bahasa Arab untuk orang-orang yang berilmu sebagai peringatan dan kabar gembira, sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ - نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ - عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنذِرِينَ - بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِينٍ  

“Dan sesungguhnya al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas. (Asy-Syu’ara: 192-195)
Read more

0 Adakah Bid’ah Hasanah ?

Banyak alasan yang dipakai orang-orang untuk ‘melegalkan’ perbuatan bid’ah. Salah satunya, tidak semua bid’ah itu jelek. Menurut mereka, bid’ah ada pula yang baik (hasanah). Mereka pun memiliki dalil untuk mendukung pendapatnya tersebut. Bagaimana kita menyikapinya ?

Di antara sebab-sebab tersebarnya bid’ah di negeri kaum muslimin adalah adanya keyakinan pada kebanyakan kaum muslimin bahwa di dalam kebid’ahan ini ada yang boleh diterima yang dinamakan bid’ah hasanah. Pandangan ini berangkat dari pemahaman bahwa bid’ah itu ada dua: hasanah (baik) dan sayyiah (jelek).
Berikut ini kami paparkan apa yang diterangkan oleh Asy-Syaikh As-Suhaibani dalam kitab Al-Luma’: Bantahan terhadap Syubhat Pendapat yang Menyatakan Adanya Bid’ah Hasanah

Syubhat pertama:
Pemahaman mereka yang salah terhadap hadits:
Barangsiapa membuat satu sunnah (cara atau jalan) yang baik di dalam Islam maka dia mendapat pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun. Dan barangsiapa yang membuat satu sunnah yang buruk di dalam Islam, dia mendapat dosanya dan dosa orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi dosanya sedikitpun.” (Shahih, HR. Muslim no. 1017).

Bantahannya
Pertama: Sesungguhnya makna dari (barangsiapa yang membuat satu sunnah) adalah menetapkan suatu amalan yang sifatnya tanfidz (pelaksanaan), bukan amalan tasyri’ (penetapan hukum). Maka yang dimaksud dalam hadits ini adalah amalan yang ada tuntunannya dalam Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam . Makna ini ditunjukkan pula oleh sebab keluarnya hadits tersebut, yaitu sedekah yang disyariatkan.
Kedua: Rasul yang mengatakan:
Barangsiapa yang membuat satu sunnah (cara atau jalan) yang baik di dalam Islam.”
Adalah juga yang mengatakan:
Semua bid’ah itu adalah sesat.”

Dan tidak mungkin muncul dari Ash-Shadiqul Mashduq (Rasul yang benar dan dibenarkan) ? suatu perkataan yang mendustakan ucapannya yang lain. Tidak mungkin pula perkataan beliau ? saling bertentangan.
Dengan alasan ini, maka tidak boleh kita mengambil satu hadits dan mempertentangkannya dengan hadits yang lain. Karena sesungguhnya ini adalah seperti perbuatan orang yang beriman kepada sebagian Al-Kitab tetapi kafir kepada sebagian yang lain.

Ketiga: Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam mengatakan (barangsiapa membuat sunnah) bukan mengatakan (barangsiapa yang membuat bid’ah). Juga mengatakan (dalam Islam). Sedangkan bid’ah bukan dari ajaran Islam. Beliau juga mengatakan (yang baik). Dan perbuatan bid’ah itu bukanlah sesuatu yang hasanah (baik).

Tidak ada persamaan antara As Sunnah dan bid’ah, karena sunnah itu adalah jalan yang diikuti, sedangkan bid’ah adalah perkara baru yang diada-adakan di dalam agama.
Keempat: Tidak satupun kita dapatkan keterangan yang dinukil dari salafus shalih menyatakan bahwa mereka menafsirkan Sunnah Hasanah itu sebagai bid’ah yang dibuat-buat sendiri oleh manusia.

Syubhat kedua:
Pemahaman mereka yang salah terhadap perkataan ‘Umar bin Al- Khaththab : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini (tarawih berjamaah)”.

Jawaban atas syubhat ini:
1. Anggaplah kita terima dalalah (pendalilan) ucapan beliau seperti yang mereka maukan – bahwa bid’ah itu ada yang baik, namun sesungguhnya, kita kaum muslimin mempunyai satu pedoman; kita tidak boleh mempertentangkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dengan pendapat siapapun juga (selain beliau). Tidak dibenarkan kita membenturkan sabda beliau dengan ucapan Abu Bakar, meskipun dia adalah orang terbaik di umat ini sesudah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam atau dengan perkataan ‘Umar bin Al-Khaththab ataupun yang lainnya.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“(Kami mengutus mereka) sebagai rasul-rasul pemberi berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya para Rasul itu.” (An-Nisa`: 165)
Sehingga tidak tersisa lagi bagi manusia satu alasan pun untuk membantah Allah dengan telah diutusnya para rasul ini. Merekalah yang telah menjelaskan urusan agama mereka serta apa yang diridhai oleh Allah. Merekalah hujjah Allah terhadap kita manusia, bukan selain mereka.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Hujurat: 1)
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di (secara ringkas) mengatakan: “Ayat ini mengajarkan kepada kita bagaimana beradab terhadap Allah dan Rasul-Nya, hendaknya kita berjalan (berbuat dan beramal) mengikuti perintah Allah dan Sunnah Rasul-Nya, jangan mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam segenap urusan. Dan inilah tanda-tanda kebahagiaan dunia dan akhirat.”

Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Hampir-hampir kalian ditimpa hujan batu dari langit. Aku katakan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda demikian…demikian, (tapi) kalian mengatakan: Kata Abu Bakr dan ‘Umar begini…begini….

‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz mengatakan: “Tidak ada (hak) berpendapat bagi siapapun dengan (adanya) sunnah yang telah ditetapkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam .”
Al-Imam Asy-Syafi’i mengatakan: “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barangsiapa yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam , tidak halal baginya untuk meninggalkan sunnah itu karena pendapat (pemikiran) seseorang.”

Al-Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan: “Barangsiapa yang menolak hadits Nabi, berarti dia (sedang) berada di tepi jurang kehancuran.”

2. Bahwa ‘Umar mengatakan kalimat ini tatkala beliau mengumpulkan kaum muslimin untuk shalat tarawih berjamaah. Padahal shalat tarawih berjamaah ini bukanlah suatu bid’ah. Bahkan perbuatan tersebut termasuk sunnah dengan dalil yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam pada suatu malam shalat di masjid, kemudian orang-orang mengikuti beliau. Kemudian keesokan harinya jumlah mereka semakin banyak. Setelah itu malam berikutnya (ketiga atau keempat) mereka berkumpul (menunggu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam ). Namun beliau tidak keluar. Pada pagi harinya, beliau bersabda:
Saya telah melihat apa yang kalian lakukan. Dan tidak ada yang menghalangiku untuk keluar (shalat bersama kalian) kecuali kekhawatiran (kalau-kalau) nanti (shalat ini) diwajibkan atas kalian.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 1129)

Secara tegas beliau menyatakan di sini alasan mengapa beliau meninggalkan shalat tarawih berjamaah. Maka tatkala ‘Umar melihat alasan ini (kekhawatiran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam ) sudah tidak ada lagi, beliau menghidupkan kembali shalat tarawih berjamaah ini. Dengan demikian, jelaslah bahwa tindakan khalifah ‘Umar ini mempunyai landasan yang kuat yaitu perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sendiri.
Jadi jelas bahwa bid’ah yang dimaksudkan oleh ‘Umar bin Al-Khaththab zadalah bid’ah dalam pengertian secara bahasa, bukan menurut istilah syariat. Dan jelas pula tidak mungkin ‘Umar berani melanggar atau menentang sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam yang telah menyatakan bahwa: “Semua bid’ah itu sesat.”

Syubhat ketiga:
Pemahaman yang salah tentang atsar dari Ibnu Mas’ud
Apa yang dianggap baik oleh kaum muslimin, maka dia adalah baik di sisi Allah.” (Dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad, 1/379)

Bantahan:
- Atsar ini tidak shahih jika di-rafa’-kan (disandarkan) kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam , tetapi ini adalah ucapan Ibnu Mas’ud zsemata.
Dan diriwayatkan dari Anas tetapi sanadnya gugur, yang shahih adalah mauquf (hanya sampai) kepada Ibnu Mas’ud .
- pada kata menunjukkan kepada sesuatu yang sudah diketahui. Dan tentunya yang dimaksud dengan kata Al-Muslimun di sini adalah para shahabat. Dan tidak ada satupun riwayat yang dinukil dari mereka yang menyatakan adanya bid’ah yang hasanah.

- Kalaulah dianggap bahwa ini menunjukkan keumuman (maksudnya seluruh kaum muslimin), maka artinya adalah ijma’. Dan ijma’ adalah hujjah. Maka sanggupkah mereka menunjukkan adanya satu perbuatan bid’ah yang disepakati berdasarkan ijma’ kaum muslimin bahwa perbuatan itu adalah bid’ah hasanah? Tentunya ini adalah perkara yang mustahil.

- Bagaimana mereka berani berdalil dengan ucapan beliau zseperti ini, padahal beliau sendiri adalah orang yang paling keras kebenciannya terhadap bid’ah, di mana beliau pernah mengatakan:
Ikutilah! Dan jangan berbuat bid’ah. Sungguh kalian telah dicukupkan. Dan sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah sesat.”(Shahih, HR. Ad-Darimi 1/69).

Secara ringkas, semua keterangan di atas yang menunjukkan betapa buruknya bid’ah. Kami simpulkan dalam beberapa hal berikut ini, yang kami nukil dari sebagian tulisan Asy-Syaikh Salim Al-Hilali:
Cukuplah semua akibat buruk yang dialami pelaku bid’ah itu sebagai kejelekan di dunia dan akhirat, yakni:

1. Amalan mereka tertolak, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam :
Barangsiapa yang membuat-buat sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami yang bukan berasal daripadanya, maka semua itu tertolak.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah)
2. Terhalangnya taubat mereka selama masih terus melakukan kebid’ahan itu. Rasulullah bersabda:
Allah menghalangi taubat setiap pelaku bid’ah sampai dia meninggalkan bid’ahnya.” (HR. Ibnu Abi Ashim dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam As Shahihah no. 1620 dan As Sunnah Ibnu Abi Ashim hal. 21)
3. Pelaku bid’ah akan mendapat laknat karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Barangsiapa yang berbuat bid’ah, atau melindungi kebid’ahan, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim dari ‘Ali bin Abi Thalib).
Akhirnya, wahai kaum muslimin, hendaklah kita menjauhi semua kebid’ahan ini setelah mengetahui betapa besar bahayanya bid’ah. Selain kita menjauhi bid’ah itu sendiri, juga kita diperintah untuk menjauhi para pelakunya apalagi juru-juru dakwah yang mengajak kepada pemikiran-pemikiran bid’ah ini. Seandainya ada yang mengatakan: Bukankah mereka orang yang baik dan apa yang mereka sampaikan itu adalah baik juga? Hendaklah kita ingat firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri.” (Al-Anfal: 23)

Perlu pula kita ketahui bahwa bid’ah itu lebih berbahaya dari kemaksiatan. Seseorang yang bermaksiat dia akan merasa takut dan melakukannya dengan sembunyi-sembunyi atau melarikan diri setelah berbuat. Sedangkan pelaku bid’ah semakin tenggelam dalam kebid’ahannya dia akan semakin merasa yakin bahwa dia di atas kebenaran. Satu lagi, bid’ah itu adalah posnya (pengantar kepada) kekufuran.
Wallahu a’lam. Semoga Allah tetap membimbing kita mendapatkan hidayah dan taufik-Nya serta menyelamatkan diri dan keluarga kita dari bid’ah ini.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber Bacaan: 1 Al-Qaulul Mufid (2), Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 2 Al-Qaulul Mufid, Asy-Syaukani, 3 Al-I’tisham (1), Asy-Syathibi, 4 Al-Luma’, As-Sahibani, 5 Al-Bid’ah wa Atsaruhas Sayyi‘, Salim Al-Hilali, 6 Al-Bid’ah wa Atsaruha, ‘Ali Al-Faqihi, 7 Riyadhul Jannah, Asy-Syaikh Muqbil, 8 Taisir Al-Karimir Rahman, As-Sa’di

Dikutip dari http://www.asysyariah.com, Penulis : Al-Ustadz Abu Muhammad Harits, Judul: Adakah Bid’ah Hasanah?
Read more

Delete this element to display blogger navbar